Resume - Sejarah Hak Milik Intelektual Dalam Islam

Assalamu'alaikum. Berikut ini merupakan tugas kuliah saya dalam mata kuliah Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan. Ada pun dalam penulisannya jika terdapat kesalahan baik ejaad maupun kurang tepat dalam kaidahnya, saya mohon maaf. Wassalaam.

RESUME



SEJARAH HAK MILIK INTELEKTUAL DALAM ISLAM


Agus Triyanta*


Jurnal Al-Mawarid edisi IX 2003 Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia


Penilaian hukum dalam sebuah masyarakat dari segi baik buruk, maju mundur, sampai beradab atau tidaknya dapat dilihat dari bagaimana perangkat hukum yang dimiliki masyarakat tersebut. Demikian pula dalam hal hukum hak milik intelektual atau hak atas kekayaaan intelektual (HaKI). HaKI ini muncul dalam masyarakat di dunia Barat, lebih khususnya Eropa Barat dan Amerika Utara. Diluar tradisi non Barat, termasuk Islam, Budhdha dan Konfusius, HaKI ini tidak muncul. Hal ini karena sebuah 'welstanchaung' yang berbeda dengan yang dimiliki masyarakat Barat.


Ide tentang HaKI muncul karena dipengaruhi sistem hukum Romawi yang diwarisi Barat, yang terlebih dari para filsuf Barat modern, khususnya John Lock, dengan teori hukum alamnya. Hampir semua negara di wilayah Eropa Barat mewarisi peradaban dari kekaisaran Romawi. Dari pelacakan sejarah membuktikan bahwa Romawi merupakan pewaris Yunani Kuno (Ancient Greek) yang melewati tradisi filsafat pemikiran Stoa (Stoicism). Sehingga banyak konsep-konsep negara dan hukum dalam tradisi Barat terinspirasi dari Aristoteles dan Plato. Para Filsuf Barat modern mengembangkan konsep-konsep itu dengan juwa liberalismenya. HaKI ini muncul sebagai bagian dari human right. Kesadaran hak-hak dasar ini muncul di Barat pada abad ke 13. Isu property pun muncul terjadi, disusul dengan revolusi industri di Inggris dan revolusi politik di Perancis, yang karenanya penemuan (invention) dilakukan oleh orang Barat sehingga intellectual property rights itu berkembang. Pada abad 20 hingga kini HaKI menjadi lebih serius yang berkembang di Barat tentang sebuah karya adalah sebuah keuntungan ekonomi. Negara Barat harus meyakinkan negara Timur (selatan) bahwa intellectual property rights itu sesuatu yang penting bagi 'equilibrium' ekomomi. Disinilah mulai muncul perbedaan tradisi dan sistem nilai.


Aktifitas intelektualitas dalam Islam mengalami perkembangan pesat pasca wafatnya Nabi. Dengan berbaurnya umat Islam dengan spektrum wilayah dan lintas kultur yang sangat tinggi, serta apresiasi yang sangat tinggi dari Islam bagi aktivitas keilmuan, secara simultan dan efektif mempengaruhi berkembangnya aktifitas keilmuan. Ummat Islam mengembangkan kemampuan intelektual yang memungkinkan untuk memecahkan sebuah masalah tanpa harus 'melampaui' batas-batas Qur'an dan Sunnah. Ketiadaan 'teritorial border' antara wilayah Islam yang menjangkau sejak dari Afrika hingga Eropa Timur dan Asia Tengah, memberikan kemungkinan pengembaraan intelektual yang tanpa batar teritorial. Zaman keemasan peradaban Islam terjadi dalam rentang waktu antara sekitar 750-1250M, masa ini lah banyak penemuan dan karya-karya inovatif. Dalam sistem kependidikan Islam yang berkembang pada abda 10M atau sebelumnya itu, umat Islam telah memberlakukan berbagai ketetapan honor dan penghargaan bagi para ilmuwan. Ilmuwan tidak melakukan komersialisasi ilmu dan keahlian mereka secara bebas. Negaralah yang menanggung gaji mereka. Kalau tidak, yayasan (Badan Wakaf/ Charitable Fund) yang memberikannnya. Meski begitu, bukan berarti pencari ilmu tidak membayar gurunya. Dalam perkembangan peradaban Islam, dijumpai bahwa murid juga membayar. Namun banyak juga ilmuwan yang enggan menarik biaya dari muridnya.


HaKI dalam perspektif Islam, harus dilihat dari dua hal, pertama, bagaimanakah konsep tentang eksklusifitas ilmu pengetahuan dalam al-Qur'an, dan kedua, bagaimana kepemilikan benda yang immateriil itu dalam Islam.


Al-Qur'an meletakkan ilmu pengetahuan sebagai sebuah instrumen yang sangat tinggi nilainya bagi manusia. Manusia dituntut untuk ber ta'aqqul (menggunakan akal), tafakkur (berfikir), tadzakkur (mengingat-ingat), tadabbur (berkontemplasi), tanadhdhur (berteori), serta tabashshur (observasi). Orang dilarang menempuh suatu perbuaan tanpa dengan dasar rasionalitas atau argumen yang jelas. Semua aransemen penyerap ilmu itu nanti akan dimintai pertanggung jawaban. Lihat QS. 17: 36 dan hadist memberikan tekanan kuat pada pentingnya ilmu bagi seseorang. Karena pentingnya Ilmu itulah mengajarkan, menyebarkan, menginformasikan dan saling menyampaikan kebenaran ilmu menjadi sebuah keharusan dalam sistem sosial Islam. Atas dasar itulah, maka Al-Qur'an tidak mengenal monopoli ilmu pengetahuan, memproteksi sebuah ilmu agar orang lain tidak bisa mengetahuinya. Ilmu bukanlah sesuatu yang elitis sifatnya, bukan hanya untuk orang-orang kaya, yang mampu membayar hak cipta. Karena, kalau begitu kalangan orang-orang miskin akan sulit untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.


Penemuan merupakan kekayaan immateriil. Dalam mu'amalah bisa diakomodasi adanya hak kebendaan (materiil) dan hak non kebendaan (immateriil). Islam mengakui adanya konsep kepemilikan (materiil dan immateriil) yang diakomodasi dalam hukum Islam, namun harus mempertimbangkan variable yang lain, yaitu pertimbangan manfaat dan madarat atas 'penyembunyian' sebuah penemuan.


Satu sisi, Islam melarang adanya proteksi hak milik intelektual yang mengakibatkan orang lain tidak bisa mengetahui sebuah hasil penemuan atau inovasi. Sisi lain, intellectual property rights, sebagai sebuah bentuk dari kepemilikan harta benda, dia adalah syah. Atas dasar itu keberadaan sebuah negara diperlukan, pemerintahan negara harus memainkan perasan untuk menjembatani dua kepentingan tersebut tanpa harus mengalahkan salah satunya. Dan sebuah negara harus mampu men-take-over sebuah hak intelektual untuk kemudian diserahkan pemanfaatannya kepada semua orang.


***





*)Dosen tetap dan Ketua Program Kelas Internasional Fakultas Hukum UII Yogyakarta

Comments