Nasehat-Menasehati Itu Perlu

Sok suci... sok alim...
Kita sering mendengar atau melihat gumaman orang-orang yang kurang mengerti artinya 'menerima'.

Buat kami nasehat itu perlu, baik dari mendengar langsung atau lewat membaca status/postingan yang berisikan kalimat/artikel tentang nasehat.

Bersyukurlah masih ada yang berbuat seperti itu, terlepas dari niatnya, ambil saja pelajarannya. Mustahil setiap orang yang menasehati (tentunya tidak lepas dari nasehat untuk diri sendiri) itu terlepas dari kesalahan.

Syaikh Anis Tharir Al-Indunisy, menerangkan ada dua hal yang perlu dibedakan dalam nasehat-menasehati:
"Bedakan, antara Anda menasehati seseorang, sementara Anda belum ada daya untuk melakukan apa yang Anda nasehatkan. Dengan Anda menasehati seseorang, sementara Anda mampu melakukan apa yang Anda nasehatkan." [1]

Bagi kami (penulis), nasehat itu datang dari siapa saja, karena nasehat-menasehati itu berharga untuk mengingatkan diri, bukan sok suci atau sok alim.

Ada nasehat indah dari Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah, beliau berkata:
"Andai tidak boleh memberi nasehat kecuali orang yang maksum (terjaga) dari dosa-dosa, maka tidak ada seorang pun yang pantas memberi nasehat selain Rasulullah shallallahu'alaihi wassallam, karena tidak ada yang maksum selain beliau." [Lathooiful Ma'aarif: 19]

Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata dalam Jami'ul 'Ulum Wal Hikam hlm. 99 dengan menukil perkataan al-Imam al-Khaththabi rahimahullah, "Nasehat ialah kalimat yang diucapkan kepada seseorang karena menginginkan kebaikan baginya". [2]

The Rain City, 28 February 2016
Bambang Karyadi

Reference:
[1] Al-Ustadz Ahmad Anshori, Haruskah Menjadi Sempurna Untuk Bisa Menasehati?, Muslim.Or.Id
[2] Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar, Ketika Nasehat Dianggap Celaan, Asysyariah.Com

Comments